MANOKWARI, JAGATPAPUA.com ‘ – Koordinator Badan Komunikasi Asosiasi Pengusaha Papua, Goodlief W. Baransano, mengatakan aksi di kantor Bappeda Papua Barat, merupakan bentuk kekecewaan pengusaha Asli Papua, terhadap penyelewengan dari instruksi gubernur, serta ucapan penghinaan dari Kepala Bappeda.
“Ini yang membuat emosi pengusaha asli Papua muncul, karena menyangkut harga diri, serta bentuk penyelewengan dari Bappeda, karena tidak sesuai semangat pembangunan Otsus di Papua,” ungkapnya, pada pertemuan lintas Asosiasi Pengusaha Papua di Kantor DAP Wilayah III Doberay, Sabtu (27/7/2019) lalu.
Menurut dia, yang berhak melakukan verifikasi dan pendataan adalah Biro Administrasi Pelaksanaan Otsus, karena ini menyangkut tiga aspek, pemberdayaan, perlindungan dan Keberpihakan. Sedangkan Bappeda sifatnya sebagai eksekutornya.
“Kepala Bappeda, tak punya sertifikasi untuk melakukan verifikasi terhadap perusahan. Pertanyaan, apakah Bappeda libatkan LPJK, lalu dalam data penduduk, sistem yang digunakan terkoneksi dengan Dinas Kependudukan atau tidak,” ucapnya.
“Yang kita tahu, pengadaan barang dan kontruksi, KTP itu masuk syarat umum, bukan syarat khusus. Jadi, sampai dengan kemarin, hanya satu OPD yang baru transparan, yakni Dinas PU,” ujarnya.
Dia menyebut, Bappeda sama sekali tidak libatkan asosiasi dalam pertemuan, meski lakukan komunikasi, tetapi tidak transparan. Bahkan asosiasi telah mengirim surat untuk audience namun tidak direspon.
“Proses pendataan ini harus dikembalikan ke asosiasi, karena mereka yang lebih tau anggotanya,” terangnya.
“Asosiasi yang lakukan proteksi, bukan pejabat tak berkompeten, apalagi sesuai kesepakatan pada pertemuan Desember 2018, gubenur instruksikan pendataan kontraktor dikembalikan ke asosiasi masing-masing,” jelasnya.
Olehnya, untuk menghindari kecurigaan, maka dalam semangat Otsus, Biro Otsus, Fraksi Otsus, dan MRP harus ikut dilibatkan.
Selain itu, pembagian paket proyek 70 kabupaten dan 30 provinsi, sesuai kesepakatan dalam Raker Bupati/Walikota di Sorong Selatan, belum berjalan maksimal, khususnya di Kabupaten/Kota, karena ada Kepala Daerah yang main tebang pilih.
“Akibat dari pembagian yang belum merata, pengusaha di daerah ke provinsi, sehingga terjadi penumpukan,” tukasnya.
Dia menambahkan, sesuai data 46 nama perusahan yang double, atau mendapat pekerjaan dua, kemudian 26 perusahan tanpa tuan dan 100 lebih perusahan milik Non OAP.(ss)