MANOKWARI, JAGATPAPUA.com – Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua Barat, menyatakan sikap menolak dengan tegas adanya provakotor, dalam aksi protes Persekusi dan Rasisme, yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Aksi penolakan ini digelar dalam bentuk demo damai, dipimpin oleh Ketua LMA Papua Barat Maurits Saiba, di depan Balai Kampung Hingk, Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari, Sabtu (31/8/2019) lalu.
Saiba mengatakan, provokasi hanyalah akan memecah belah persatuan dan kesatuan di Papua Barat. Sementara LMA adalah lembaga yang cinta kedamaian dan kesejahteraan di tanah Papua.
Pada aksi ini, LMA provinsi Papua Barat dan Kabupaten Manokwari menyampaikan 5 pernyataan sikap :
Pertama, menyatakan menolak tindakan Rasisme diseluruh wilayah NKRI.
Kedua, menolak segala bentuk Provokasi yang dapat menecah belah Persatuan NKRI.
Ketiga, Mendukung aparat keamanan untuk menjaga situasi keamanan dan ketertiban di Wilayah Papua Barat.
Keempat, Mendukung aparat penegak hukum untuk mengusut Tuntas dugaan Rasisme di Surabaya, serta mengusut tuntas pihak yang terlibat dalam kerusuhan anarkis di Papua Barat.
Kelima, Lembaga Masyarakat Adat Propinsi Papua Barat menghimbau seluruh masyarakat untuk tetap menjaga kerukunan dan kedamaian serta mendukung penuh pemerintah Indonesia dalam membangun tanah Papua.
Pada aksi ini diikut pula Yusak Dowansiba Ketua LMA Manokwari, Septinus Mandacan Ketua LMA Kabupaten Pegaf, Yance Mara Ketua BMP Manokwari, Soleman Saroy, Kepala Kampung Hingk, Serkius Saiba Calon DPRD Papua Barat, Oni Nuam Calon DPRD Kab.Pegaf.
Saiba menambahkan, Lembaga Masyarakat Adat adalah toko sentral yang menaungi semua tokoh-tokoh kesukuan yang ada di Provinsi Papua Barat. Sehingga dirinya tak ingin aksi protes terhadap tindakan Radialisme ini, mengganggu situasi Kamtibmas diwilayah Papua Barat.
“Karena kami ingin Kemakmuran dan kesejahteraan di tanah Papua, kami tidak mau menderita, kami tidak suka provokator, karena kami sudah aman didalam NKRI,” tegasnya.
“Jangan ada orang yang mempengaruhi apalagi memecah belah persatuan dan kesatuan di tanah Arfak, yang kami inginkan kedamaian di Manokwari, dan Papua Barat,” tukasnya.
“Kami minta kesejahteraan, kami tidak minta merdeka. Karena kita sudah merdeka hanya bagaimana cara kita kelola hidup kita lebih baik lagi. Kami minta bimbingan dan fasilitas agar hidup lebih baik,” pungkas dia.(**/rls)