15.9 C
Munich
Sabtu, Juli 27, 2024

Kejati Diminta Audit Anggaran PUPR Papua Barat

Must read

MANOKWARI,JAGATPAPUA.com – Anggota Dewan Pengurus Wilayah Masyarakat Sadar Korupsi (DPW MSK) Provinsi Papua Barat, Adolfinus Watem meminta Kejati Papua Barat untuk melakukan audit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Induk maupun Perubahan (TA) 2023 yang diperuntuhkan ke Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Papua Barat.

Pasalnya, dalam pembagian paket proyek penunjukan langsung (PL) bagi kontraktor Orang Asli Papua (OAP) oleh Dinas PUPR setiap tahun tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, bahkan tidak transparan.

“Proses pembagian paket proyek PL bagi kontraktor OAP dari tahun ke tahun tidak ada transparansi dari pemerintah dalam hal ini Dinas PUPR,” kata Adolfinus, kepada media ini, Rabu (29/11/2023).

Dikatakan Adolfinus, semenjak pembagian paket PL untuk kontraktor OAP, yang terlihat mengakomodir kontraktor OAP hanya Bidang Bina Marga PUPR.

“Sementara Bidang Cipta Karya PUPR tidak membagikan paket proyek tersebut. Entah kegiatan atau paket proyek PL itu lari kemana? Dengan pagu dana yang begitu besar,” tanya Watem.

Dikatakannya, sebagai kontraktor OAP berharap Pemerintah Preovinsi (Pemprov) Papua Barat dapat membuat sebuah regulasi khusus, untuk mengatur hak kontraktor OAP.

“Harus ada formula yang bagus untuk digunakan pemerintah, sehingga jangan setiap tahun kami dipermainkan seperti ini, padahal kami adalah kontraktor asli,” bebernya.

Dia mengemukakan, mewakili kontraktor asli Papua juga menuntut dana pergeseran dari APBD Induk ke Perubahan TA 2023 kurang lebih Rp35 miliar.

“Seperti proyek di Kampung Aipiri, Distrik Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari kurang lebih senilai Rp10 miliar, dan yang diberikan kepada kontraktor OAP hanya Rp2,5 miliar. Apa itu sudah benar?,” jelasnya.

Watem menuturkan, kontraktor asli Papua tidak tidak menuntut paket proyek lain, yang melalui proses lelang (tender). Tetapi, Kontraktior OAP menuntut paket proyek yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 tahun 2019 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan di Papua.

“Kami kontraktor OAP tidak puas dan merasa dihina. Dana yang dibagi sangat rendah, tidak mampu untuk membagi semua kontraktor asli Papua yang jumlahnya cukup banyak, tapi sampai saat belum terakomodir oleh dinas PUPR,” katanya.

Kata Adolfinus Watem, Dinas PUPR provinsi Papua Barat mengklaim bahwa jumlah kontraktor OAP yang terdata sebanyak 4000, itu tidak benar.

Pasalnya, kota Sorong, kabupaten Sorong, Tambrauw, Maybrat, Sorong Selatan (Sorsel), dan Raja Ampat sudah terpisah dari provinsi Papua Barat dan masuk di Papua Barat Daya.

“Maka kami perkirakan, jumlah kontraktor yang diakomodir PUPR Papua Barat hanya 2000an,” aku Adolfinus Watem.

Oleh karena itu, dia menyarankan kepada Pemprov agar di tahun anggaran (TA) 2024 pemerintah sudah melakukan pendataan ulang dan menyiapkan anggaran untuk kontraktor asli Papua, supaya tidak terjadi permasalahan persoalan seperti yang terjadi saat ini.

Namun, dia menegaskan, sebagai anggota DPW MSK provinsi Papua Barat dalam waktu dekat akan melaporkan masalah tersebut ke Kejati Papua Barat.

“Kami akan laporkan masalah ini ke Kejati, untuk audit Dinas PUPR provinsi Papua Barat mulai dari anggaran Induk sampai dengan perubahan yang diperuntuhkan untuk kontraktor OAP di tahun 2023. Kami juga akan laporkan ke KPK RI,” pungkas Adolfinus Watem.(jp)

- Advertisement -spot_img

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest article

Hati-hati salin tanpa izin kena UU no.28 Tentang Hak Cipta