MANOKWARI, JAGATAPAPUA.com – Ketika berbicara Bisnis dan Investasi internasional di Tanah Papua, biasanya orang akan mengerutkan dahi, ekspreasi ketakutan bahwa investasi tersebut akan membawa dampak buruk kerusakan alam dari “surga kecil” di bumi ini.
Hal itu yang mendorong pemuda-pemudi Papua Barat untuk berkumpul dan bertukar pikiran tentang jalan terbaik untuk tetap mendorong investasi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua, akan tetapi dilakukan secara berkelanjutan (ramah lingkungan).
Untuk tujuan tersebut, lebih dari 60 Pemuda dan pemudi Papua berkumpul dan berdiskusi dalam sebuah Talkshow Bertajuk, “Berbisnis dan Menjaga Kelestarian alam Papua” di Manokwari, Jumat 22 Juni 2019 lalu. Acara tersebut menghadirkan tokoh keberlanjutan Papua Barat, Prof. Dr. Charlie Heatubun, yang juga saat ini sedang menjabat sebagai Kepala Balitbangda Provinsi Papua Barat.
Helatan acara ini merupakan kolaborasi antara Yayasan Inisiatif Dagang Hijau Indonesia, bersama sebuah organisasi sosial berbasis anak muda Papua.
Selain Profesor Charlie sebagai pembicara Utama, hadir juga pemateri Peter Van Grinsven, yang pernah menjabat sebagai Direktur Keberlanjutan dan lingkungan hidup Perusahaan Coklat Dunia, MARS, yang memproduksi merek-merek coklat terkenal seperti, M&M, Twix, dan Snickers. Peter yang berdarah belanda ini juga seorang konsultan untuk Yayasan Dagang Hijau Indonesia.
Hadir pula Melati Anggara, seorang spesialis bidang keberlanjutan, dan aktifis pendorong Pendidikan untuk kaum wanita. Pembicara lainnya adalah, Lion Ferdinand Marini, ketua Ikatan Alumni Penerima Beasiswa LPDP Provinsi Papua Barat.
Lion aktif mempromosikan kesempatan studi lanjut ke luar negeri dengan beasiswa bagi anak-anak asli Papua di Wilayah Papua Barat. Adapun moderator yang dengan elegan memimpin jalannya acara adalah, Rina Nelly Yowei, seorang dosen dalam bidang kehutanan, dan saat ini menjabat sebagai sekretaris Rektor Universitas Papua.
Prof Charlie membagi pandangan dan gagasannya, termasuk cerita-ceritanya, sebagai salah satu tokoh penggagas Provinsi Papua Barat, sebagai Provinsi Konservasi.
“Alam di Tanah Papua ini harus di jaga, demi keberlanjutan tanah ini menyediakan berkat bagi orang-orang Papua, hingga anak cucunya nanti”, ujarnya.
Peserta yang hadir tampak antusias mendengarkan materi yang diberikan. Topik hangat yang dibincangkan adalah seputar bagaimana investasi sektor swasta yang masuk ke Tanah Papua, dalam bentuk bisnis-bisnis tidak akan merusak alam yang ada.
Prof Charlie menggambarkan dengan baik bahwa tetap prioritas utama adalah alam tidak boleh rusak, sehingga bisnis dan investasi yang masuk harus di atur dalam kaidah-kaidah konservasi dan keberlanjutan, akan tetapi kita juga harus menciptakan iklim yang ramah untuk investasi agar masuk karena akan mendorong aktifitas ekonomi yang mensejahterahkan masyarakat Papua.
Prof Charlie juga menyatakan harapannya akan peran yang lebih besar dari anak-anak Muda Papua untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas bisnis sembari memastikan penjagaan terhadap kelestarian alam. Hal tersebut disambut baik oleh beberapa pemuda dan pemudi asli Papua, dengan penuh antusias.
Diantaranya Cliff Indouw, asal Pegunungan Arfak, yang menyatakan kebanggaannya sebagai pebisnis pertanian di daerah asalnya. Clif bercocok tanam Kol, yang kemudian dipasarkan di kota Manokwari. Hal yang sama juga dibagikan oleh Siriwai Kuwei tentang pengalamannya bercocok tanam Pinang, yang kemudian dibisniskan dengan cukup baik.
Adapun kehadiran Melati dan Peter di Papua Barat ini adalah dalam rangkaian acara Konsultasi Publik yang dilakukan oleh Yayasan Inisiatif Dagang Hijau, untuk menyusun Naskah Strategi Investasi Hijau di Papua dan Papua Barat.
Strategi ini akan membantu Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, untuk mengundang Investor masuk dan berkolaborasi untuk pembangunan ekonomi di Tanah Papua, dengan tetap menjaga kelestarian alam bumi cenderawasih ini.(**/rls)